Dalam penyampaian materi kepada siswa di kelas tingkat smp-sma khususnya di jurusan IPA, terdapat banyak model/cara pengajaran yang bisa dikatakan kurang efektif sehingga siswa mengalami kesusahan dalam memahami materi (entah ya kalau jurusan IPS sama bahasa, soalnya penulis sejak orok cuma mendalami materi IPA doang :D ). Kebanyakan di praktek lapangan, para guru cenderung hanya mengajar menggunakan cara lama alias konservatif alias versi jadul ; yaitu “lecturing”, yang mana guru datang, menjelaskan di papan tulis, dari menit pertama sampai bel pulang berbunyi. Mereka hanya datang menyampaikan materi tanpa memberikan kesempatan siswanya untuk berdiskusi, berinteraktif, atau bertukar ide sesama lainnya. Meskipun ada, itu pun sedikit dan hanya sebagai bumbu-bumbu penyedap aja. Selebihnya ya siswa hanya duduk rapi, di bangkunya masing-masing mendengarkan guru “ceramah”, yang mana tidak bisa dijamin bahwa mereka paham atau tidak.
Berdasarkan penelitian terakhir seperti : How People Learn: Brain, Mind, Experience, and School (Bransford, Brown & Cocking, 2000) dan How Students Learn: Science in the Classroom (Donovan & Bransford, 2005), dinyatakan bahwa :
“The sustained use of an effective, research-based instructional model can help students learn fundamental concepts in science and other domains.”
Jika kita setuju dengan pernyataan di atas, mendapatkan sebuah model untuk pengajaran yang lebih efektif merupakan hal yang perlu benar-benar diperhatikan dan dibutuhkan untuk membantu para siswa di kelas, di mana siswa bisa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Kita sebagai guru pun hanya berperan sebagai fasilitator, di mana kita hanya membimbing para siswa bilamana mereka mengalami kesusahan dalam memahami suatu topik. Selebihnya, para siswalah yang dituntut lebih aktif dalam kelas. Sehingga kemampuan-kemampuan kognitif mereka bisa terasah dengan semestinya, semisal : groupwork skill, problem-solving skill, inquiry skill, dan lain sebagainya.