Friday, June 19, 2015

5E Teaching Method





Dalam penyampaian materi kepada siswa di kelas tingkat smp-sma khususnya di jurusan IPA, terdapat banyak model/cara pengajaran yang bisa dikatakan kurang efektif sehingga siswa mengalami kesusahan dalam memahami materi (entah ya kalau jurusan IPS sama bahasa, soalnya penulis sejak orok cuma mendalami materi IPA doang :D ). Kebanyakan di praktek lapangan, para guru cenderung hanya mengajar menggunakan cara lama alias konservatif alias versi jadul ; yaitu “lecturing”, yang mana guru datang, menjelaskan di papan tulis, dari menit pertama sampai bel pulang berbunyi. Mereka hanya datang menyampaikan materi tanpa memberikan kesempatan siswanya untuk berdiskusi, berinteraktif, atau bertukar ide sesama lainnya. Meskipun ada, itu pun sedikit dan hanya sebagai bumbu-bumbu penyedap aja. Selebihnya ya siswa hanya duduk rapi, di bangkunya masing-masing mendengarkan guru “ceramah”, yang mana tidak bisa dijamin bahwa mereka paham atau tidak.
          Berdasarkan penelitian terakhir seperti : How People Learn: Brain, Mind, Experience, and School (Bransford, Brown & Cocking, 2000) dan How Students Learn: Science in the Classroom (Donovan & Bransford, 2005), dinyatakan bahwa :

The sustained use of an effective, research-based instructional model can help students learn fundamental concepts in science and other domains.

Jika kita setuju dengan pernyataan di atas, mendapatkan sebuah model untuk pengajaran yang lebih efektif merupakan hal yang perlu benar-benar diperhatikan dan dibutuhkan untuk membantu para siswa di kelas, di mana siswa bisa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Kita sebagai guru pun hanya berperan sebagai fasilitator, di mana kita hanya membimbing para siswa bilamana mereka mengalami kesusahan dalam memahami suatu topik. Selebihnya, para siswalah yang dituntut lebih aktif dalam kelas. Sehingga kemampuan-kemampuan kognitif mereka bisa terasah dengan semestinya, semisal : groupwork skillproblem-solving skillinquiry skill, dan lain sebagainya.
Lalu model mengajar yang seperti apakah yang diharapkan? Salah satu jawabannya : 5E Instruction Model. Apa itu? Yaitu sebuah model yang terdiri dari 5 komponen : Engage, Explore, Explain, Elaboration, dan Evaluation. Dan di bawah ini, akan aku sertakan penjelasan dari masing-masing komponen tersebut.



Engage

Yang pertama dan utama, tahap ini biasanya dilakukan pada awal pengajaran di kelas. Tujuan dalam tahap ini adalah, guru bisa mendapatkan perhatian dari para siswa. Ketika guru masuk kelas, sangat susah untuk mengatur para siswa yang dari jam istirahat untuk fokus kembali untuk belajar misalnya. Lalu bagaimana kita bisa menarik perhatian mereka agar mereka bisa benar-benar siap menerima pelajaran? Kita bisa menampilkan demonstrasi di depan kelas, dengan menampilkan eksperimen kecil misalnya. Atau mungkin kita juga bisa menunjukkan short video yang menerangkan tentang fenomena alam yang berhubungan dengan topik yang akan diajarkan pada hari itu. Misalkan kita akan membahas pelajaran kimia tentang topik elektrokimia, bisa aja kita tunjukkan tentang aplikasi dari galvanic cell dalam kehidupan sehari-hari. Atau juga proses yang terjadi dalam batu baterai ataupun aki. Jadi dengan demikian, kita bisa memberi sedikit gambaran kepada para siswa tentang topik yang ingin kita sampaikan pada hari itu. Pun kita dalam tahap ini juga bisa mengerti tingkat kesiapan dari para siswa. Seberapa jauh pengetahuan mereka sampai saat ini. Sehingga kita pun sebagai pengajar bisa paham dan bisa menyesesuaikan pengajaran berdasarkan hal tersebut.



Explore

Lalu tahap selanjutnya, yaitu tahap explore. Di sini, kita sebagai guru mencoba untuk menemukan beberapa misconception yang mungkin saja dialami oleh beberapa siswa. Lalu bagaimana kita bisa mengerti bahwa siswa memiliki misconception atau tidak? Hal yang bisa dilakukan ialah dengan memberi kesempatan untuk melakukan sebuah eksperimen. Misalkan pada kesempatan ini para siswa diharapkan bisa membedakan reaksi endotermik dan eksotermik. Di sini mereka berkesempatan untuk terjun langsung dan mengamati dengan kedua mata mereka secara jelas. Mungkin beberapa dari mereka sebelum melakukan eksperimen bahwa dalam reaksi endotermik maupun eksotermik, tidak ada suatu perbedaan apapun, alias sama aja ngga ada bedanya. Padahal sesungguhnya, itulah misconception-nya. Akan tetapi, jika para siswa diberi kesempatan untuk mencoba eksperimen tadi, mereka akan paham bahwasanya di reaksi endotermik, suhu akan turun dalam kurun waktu tertentu dan sebaliknya dalam reaksi eksotermik, suhu akhir pada sistem akan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu awal.
Intinya adalah, tujuan dari tahap ini, para siswa akan mendapatkan pengalaman secara langsung mengenai aplikasi ilmu science kehidupan sehari-hari. Sehingga mereka akan mengubah pola pikir mereka dengan konsep baru dan perlahan-lahan misconception tadi akan hilang dan terganti dengan konsep yang lebih benar. Pengalaman ini pula lah yang akan digunakan siswa bersama guru nantinya untuk berdiskusi tentang konsep baru. Karena di saat aktivitas berlangsung, para siswa berkesempatan untuk menelusuri objek, peristiwa serta situasi secara langsung. Oleh karena itu, setelah berinteraksi secara mental dan fisikal tadi, pada akhirnya mereka akan mampu mengidentifikasi sebuah hubungan dari satu konsep ke konsep lainnya dan pada akhirnya mereka secara tidak sadar akan membuat konsep baru dan benar dalam pikiran mereka.



Explain

Untuk tahap yang ke tiga, terdapat EXPLAIN-step. Dari kata “explain” sendiri sebenarnya kita juga bisa menebak bahwa dalam tahap inilah proses pengajaran yang sebenarnya dimulai. Setelah kita berhasil menarik perhatian para siswa, lalu memahami seberapa jauh pengetahuan mereka tentang topik yang akan diajarkan, serta menemukan beberapa misconception yang terdapat di kalangan para siswa, maka inilah saatnya kita menyampaikan pelajaran yang sebenarnya. Bagaimana caranya? Tentu saja bukan langsung menuliskan materi di papan tulis, lalu mendikte siswa dengan konsep-konsep topik yang akan diajarkan. Akan tetapi, pertama-tama beri kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan tentang aktivitas yang telah dilakukan di tahap Explore sebelumnya. Nahh, baru setelah itu, setelah menerima jawaban-jawaban dari para siswa, kita bisa memulai dengan memperkenalkan beberapa terminologi sederhana berupa istilah-istilah scientific kepada siswa. Dan kita sebagai guru harus mengajarkan topik tersebut di kelas berdasarkan pada penjelasan atau kesimpulan yang disampaikan oleh siswa pada tahap sebelumnya. Sehingga penjelasan guru bisa diterima oleh siswa secara jelas karena berhubungan dengan penjelasan dan pemikiran mereka. Jadi, dalam tahap ini kita menyampaikan konsep dan proses secara jelas dan simpel,  dan  penyampaian kita pun harus berdasarkan dari penjelasan yang diberikan siswa, sehingga hal ini bisa menghindari kesalahpahaman antara kedua belah pihak. Dan penyampaian topik itu sendiri tidak hanya dengan cara lecturing saja. Kita pun bisa menggunakan kerja kelompok, diskusi, atau cara yang lainnya yang lebih mengedepankan peran aktif siswa dalam kelas. 



Elaboration

Dalam tahap ini, sang guru dituntut untuk mengajak siswanya review ke tahap Explore sebelumnya. Kita mengetahui bahwa dalam tahap explore, sang guru harusnya bisa mengerti di mana adanya misconception pada siswa-siswa. Dengan demikian, setelah penjelasan materi telah dilakukan dalam tahap explanation, siswa-siswa diharapkan bisa memahami konsep mereka yang mana yang salah. Sehingga, mereka kini bisa me-remake serta meng-update dan meng-upgrade pola pikir mereka, dan menggantinya dengan pemahaman yang baru dan benar.


         
Evaluation

Di tahap terkahir ini, sudah sewajarnya di akhir pengajaran sebuah materi, si guru harus melakukan penilaian bahwasanya siswa-siswa benar-benar paham akan materi yang telah diberikan apa belum. Atau setidaknya, guru bisa mengerti, seberapa jauh siswa memahami materi yang telah diberikan di dalam kelas. Apa yang harus dilakukan? Pemberian lembar soal ujian, pop-quiz, atau tanya jawab dalam kelas bisa menjadi beberapa alternatif yang bisa digunakan oleh guru untuk tujuan pengukuran tadi. Selain itu, guru pun bisa melakukan evaluasi di masing-masing tahap tadi. Jadi, bukan berarti evaluasi harus dilakukan di akhir pengajaran, namun juga bisa disisipkan ketika melewati 4 tahap yang sebelumnya. Dengan demikian, si guru bisa benar-benar mengerti bagian mana yang harus diperbaiki, cara pengajaran yang seperti bagaimana yang harus dikedepankan, siswa mana yang membutuhkan perhatian lebih, dan lain sebagainya. Sehingga baik guru maupun siswa akan sama-sama mendapatkan feedback yang mana di kedepannya nanti akan sangat berguna sebagai bahan instropeksi untuk masing-masing.

No comments:

Post a Comment

Most Popular