Bisa
dilihat betapa urgensinya untuk mengingatkan terhadap sesama. Hanya berdiam diri,
mengurung dan mengasingkan diri tanpa melakukan sesuatu demi kebaikan bersama, bukanlah
pilihan yang bijak. Mari bangkit, mengingatkan
kepada hal kebaikan. Amal ma’ruf nahi munkar. Dakwah.
Ada
sebagian orang yang diingatkan sekali langsung paham dan mengikuti. Ada pula
sebagian lainnya yang harus diingatkan lima sepuluh kali baru ngeh.
Bukan
cepat atau lambatnya kita bisa mengubah orang yang ngga ”bener” ke jalan
yang lebih bener. Tapi ke-istiqomah-an kita lah yang perlu diperhatikan. Dan
juga dalam mengingatkan ke dalam kebaikan pun perlu memperhatikan banyak hal.
Banyak cara dan banyak alternatif.
Menyebarkan
kebaikan bukan berarti kita harus ”straight forward” menyalahkan orang
tersebut. Ada caranya. Ini lho yang menjadi alasan utama dari kesekian banyak
alasan lainnya yang membuat perpecahan umat Islam di dunia ini, saat ini. Perbedaan
pendapat itu sebuah keniscayaan. Ngga bakal mungkin untuk dihindarkan. Tapi banyak
yang merasa diri mereka sendiri paling ”islam” di bandingkan dengan kelompok
atau golongan yang lainnya. Lidah mereka gampang mengkafirkan orang lain.
Menyesatkan orang lain. Memusrikkan orang lain. Seakan-akan merekalah yang
berhak untuk masuk surga. Yang lain NO WAY. Dan pada akhirnya agama islam bukan
bersatu malah bakal lebih terpecah belah lagi. Nah lho.
Memang
benar kalau di sekitar kita ada dan banyak ajaran-ajaran yang menyeleweng. Yang
ngawur. Tapi satu, percayalah kalau agama islam bakal terjaga hingga akhir
jaman. Sengawur-ngawurnya, senyleneh-nylenehnya ajaran itu, agama Allah pasti akan
terjaga. Pasti. Dua, ayo bertemu. Diskusi. Bukan berarti kita membenarkan
ajaran mereka yang mungkin menyeleweng. Bukan. Tapi kalau hanya main di
belakang, apa iya itu bisa nyelesaiin masalah? Menolak berunding. Ngumpulin
massa. Nyebar fitnah di mana-mana. Kebencian dimana-mana. Apalagi sekarang di
media massa banyak gerakan-gerakan yang anti ini anti itu. Semangat
menggemborkan jihad katanya.
Ayo
lah duduk manis dulu. Muzakkarah. Berunding, membuka diskusi. Gunakan kepala
dingin. Jangan mudah marah trus temperamen tinggi dan pada akhirnya suka menyalahkan
orang lain. Lalu membusungkan dada seakan golongan kita lah yang benar. Kan
kalau diselesaikan dengan cara baik-baik kan enak. Ngga semua masalah itu bisa
diselesaikan dengan perang kok. Menggunakan kekerasan, menghunus pedang. Malah riweuh.
Ya
meskipun pada kenyataanya dalam perundingan itu ngga pasti menjamin untuk nemu jalan
keluar. Kalau aku berpendapat, bila kita terpaksa berperang, itu pun harus
merupakan opsi paling terakhir. Paling pol terakhir. Dan berperang disini juga
tidak harus identik dengan kekerasan, pedang-pedangan. Perang dalam arti luas. Yang
terpenting adalah sebelumnya ya kita harus bener-bener sudah berusaha mencari
jalan keluar secara damai. Jalan diplomatis. Karena kita dalam beragama itu memang
harus memperhatikan dua sayap. Yaitu sayap emosional dan sayap rasional.
Emosional itu menggerakkan diri kita, sedangkan rasional itu yang membatasi.
Jika kita hanya mengedepankan emosional tanpa menghiraukan rasional, ya itu
akal dan pikiran kita, maka tragedi-tragedi di sekitar kita ini lah yang
terjadi.
Maka,
berdakwahlah dengan cara yang benar. Jangan mudah menghujat serta mengolok
pihak lainnya. Dakwah itu penting. Tapi harus dilakukan dengan benar. Niat yang
lurus, harus juga diiringi dengan sikap dan perbuatan yang lurus pula. Jangan
menambah benih-benih permusuhan terhadap sesama.
No comments:
Post a Comment