Friday, February 12, 2016

Valentine. Yes? No?




Sebentar lagi hari valentine. Pasti juga bakal rame yang gembor-gembor kayak NO VALENTINE DAY, ISLAM MENOLAK VALENTINE, VALENTINE ITU KAFIR, dan lain sebagainya. Yah emang peristiwa tahunan sih. Pasti kayak gitu terus dari tahun ke tahun. Pasang poster, baliho, sampai bagi-bagi stiker di jalanan mungkin.

         Sebagian orang merasa bahwa ini adalah hal yang patut ditegakkan. Emang udah tugas mereka. Amal ma’ruf nahi munkar. Mengingatkan dalam hal kebaikan dan mencegah dari perbuatan kemaksiatan. Menurut mereka, valentine itu adalah bagian dari kepercayaan agama lain. Maka sudah sepantasnya kita untuk menghindarinya dan tidak turut serta merayakannya. Karena pada dasarnya kalau kita mengikuti kepercayaan-kepercayaan mereka maka kita akan termasuk dalam golongan mereka. Itu claimnya.

Target utama mereka, adalah sebagian lainnya lagi yang bodo amat. Suka-suka gue dong mau ngrayain mau enggak. Yang penting ngga  ngurusin campuran loe kan. Jadi seperti itu. Mereka yang menghiraukan akan aturan-aturan yang ada. Yang mengatasnamakan kebebasan sih, tapi masalahnya ini kebebasan yang kebablasan. Mulai dari yang sekedar bagi-bagi mawar, trus bagi-bagi stiker di persimpangan jalan, sampai ada yang bagi-bagi k*ndom di bawah jembatan. Kalau ditanya kenapa, jawabnya : SUARA PEMUDA.

Terlepas dari pro dan kontra tentang valentine itu sendiri, banyak hal yang sebenarnya bisa kita lakukan untuk menengahi hal tersebut. Dalam menegakkan kebenaran mbok ya dengan melakukannya juga dengan cara yang benar. Aku agama Islam. Dan aku tidak merayakan hari valentine. Tapi bukan berarti aku harus berkoar-koar di publik dan bilang “Say NO to Valentine” kan.

Meskipun aku ngga merayakannya, toh ya aku ngga serta merta kampanye sana sini tentang keharaman valentine kan. Kalau aku boleh kasih ide, beri nasehatlah yang bener. Jangan kok langsung garis keras di barisan depan mengecam perayaan valentine. Demo dijalanan. Malah tambah macet aja. Mungkin di luar sana banyak orang awam yang baru belajar Islam tapi masih merayakan valentine. Mungkin juga dikarenakan salah bergaul, kurang perhatian orang tua, dan lain sebagainya. Namun kalau cara penyampaian kebenarannya aja kayak gitu tadi, sarat rusuh, terlihat kejem dan anarki, malah serem bawaanya kan. Mereka yang liat malah baerasumsi “oh Islam tuh gini to ternyata, suka koar-koar bikin onar, horor dan lain sebagainya”.

Kalau demikian, malah berabe kan urusan. Bukan ngasih solusi malah nambah musuh. Mereka yang mau belajar agama Islam malah kabur ngga jadi mendekat. Nah salah siapa sekarang coba?

Bukan berarti aku setuju terhadap mereka umat Islam yang masih merayakannya. Bukan sama sekali. Aku juga ngga suka kalau banyak yang menghambur-hamburkan duwit untuk beli coklat, boneka, bunga mawar atau yang lainnya. Boro-boro duwitnya sendiri, lha ini hasil duwit minta dari orang tua malah. Trus nanti ujung-ujungnya kalau ngarah ke disko, seks bebas. Ah malah tambah masalah kan hasilnya.

Namun menurutku kalau metode penyampaian yang seperti tadi itu dilakukan, bukan hal yang bijaksana deh. Kurang dan ngga pas. Satu hal yang perlu diperhatikan, mungkin perlu metode pendekatan yang lebih jitu. Sederhana tapi menyeluruh. Yang lebh catching.

      Mungkin bisa nih, buat seminar. Disosialisasikan di kampus-kampus kuliahan, atau instansi-instansi pendidikan yang lainnya. Tujuannya ya biar banyak anak muda yang paham. Kasih perbandingan efek baik dan buruk dari valentine itu sendiri. Trus juga bagi orang tua yang punya anak, lebih diperhatikan itu pergaulan anak-anak mereka. Biar ngga sembrono. Pokoknya kasih nasehat-nasehat yang tepat sasaran gitu lho. Tepat dan efektif. Kalau cuma gembor-gembor sana sini mah malah bikin orang tambah ngga menghiraukan. Anti ini itu. Kasih cara yang lebih sistematis. Lebih persuasive. Dengan demikian, pasti lebih adem deh suasana. Adu jotos, adu urat leher. Mending mah bakso urat. Enak dan ngenyangin. 

       Salam Bakso Urat..! *eh. 

No comments:

Post a Comment

Most Popular