“Hei bro, bakwanmu kuambil
satu ya..”
“Terserah, tapi ku ga ikhlas.
Tunggu aja entar di akherat. Kutagih kau di sana”
Percakapan
sederhana yang sering kudengar sehari-hari. Merupakan satu kegundahan
akhir-akhir ini. Masalah HAK. Dimana orang begitu memperhitungkan hak-hak
mereka yang diambil oleh orang lain. Bukannya aku mengingkari adanya hari
perhitungan kelak. Memang diriwayatkan bahwa nantinya kita akan dikumpulkan.
Lalu bagi orang-orang yang zhalim, yang mengambil hak orang, mereka akan
dikuras pahalanya dan ditimpakan kepada mereka yang dizhalimi. Dan jika masih
kurang, maka dosa-dosa orang yang dizhalimi pun akan ditimpakan kepada mereka
yang menzhalimi.
Aku
meyakini hal itu. Seyakin-yakinnya. Akan tetapi, banyak orang yang menyalah
gunakan dalil itu untuk menodong orang lain. Menjadi tujuan utama mereka
di kehidupan ini. Kenapa aku berkata seperti itu? Bisa diliat bahwa banyak yang
seakan-akan menciptakan teror kepada orang-orang disekitarnya. Apa-apa menuntut
hak, apa-apa mengancam liat aja di akhirat nanti, kubalas kau di akhirat nanti.
Mereka seolah menginginkan bahwa penghuni surga adalah mereka sendiri, lalu
menginginkan orang lainnya untuk dijebloskan untuk menghuni neraka. Kenapa
begitu coba?
Kenapa
kita ngga berpikir untuk mengikhlaskan saja hak-hak kita? Indah ngga sih kalau
kita menjalani kehidupan ini dengan saling mengikhlaskan, melepaskan, serta
merelakan apa yang ada di kita, hak-hak kita untuk orang lain. Kita itu siapa
sih di dunia ini? Kita itu punya apa di dunia ini? Semua itu pemberian dari yang
Kuasa kan. Kenapa kita ngga mencoba berpikir bahwa dengan merelakan hak kita
tadi bisa meringankan urusannya di hari perhitungan nanti. Apakah kita ngga
menginginkan orang lain masuk surga karena kita? Kenapa kok kita istilahnya
berlomba-lomba untuk menjadi penghuni surga satu-satunya dengan cara
menjatuhkan orang lain? Kenapa kita ngga ngajak masuk surga bareng yang
lainnya? Kan enak, kan asyik, kan cihui banget...
“Lhaah,
kalau gitu Gusti Allah ngga adil dong? Kan hakkku diambil si doi, masa’ dia
lempeng-lempeng aja ngga dituntut?”
Mas,
mbak, adek-adek semua, kita tahu apa sih tentang seberapa adilnya Gusti Allah.
Allah itu maha adil. Seberapa adilnya? Ya adil. Hakim seadil-adilnya. Bahkan
kejahatan atau kebaikan sekecil apapun nantinya bakal ada balasannya. Ngga usahlah
terlalu berpikir di sana nanti bakal rebutan pahala, tuntu-tuntutan hak, itu
semua atas kehendak Allah kan. Kita juga ngga bisa ngatur-ngatur Allah kan
untuk berlaku adil ini adil itu.
Yang
jadi urusan kita adalah, kenapa kita ngga saling memaafkan terhadap sesama.
Kenapa kita ngga menciptakan suasana yang indah. Mengingatkan sesama dengan
cara yang baik. Cireng kita diambil temen kek, sepeda kita dicuri orang kek,
uang kita diambil entah sama siapa kek, kenapa kita ngga mengikhlaskannya aja.
Kenapa kita ngga mencoba mendoakan mereka-mereka itu aja semoga ini adalah
barang terakhir yang mereka ambil/ curi. Itung-itung sebagai sedekah juga kan.
Bukannya aku menghalalkan orang untuk berlaku zhalim. Ya bukan lah. Perilaku
kezhaliman ya harus ditumpas, dijauhi sejauh-jauhnya. Orangnya juga harus
ditindak secara semestinya. Kalau bisa diingatkan ya diingatkan dengan baik,
biar ngga lagi-lagi. Kan enak kayak gitu. Menciptakan “surga” di dunia dengan
saling memaafkan.
Masalah
di hari perhitungan nanti, serahkanlah semua pada Allah. Percayalah semua amal
kita nanti akan dibalas seadil-adilnya. Kita ngga bakal rugi kok. Apakah iya dengan
merelakan dan memaafkan trus kita nanti rugi? Karena jatah pahala yang harusnya
untuk kita malah ngga jadi dapet. Rumus darimana itu? Jangan jadi orang yang
sok tahu gitu lho, kayak ngerti aja nanti di akhirat kayak gimana keadaanya.
Masalah keadilannya seperti apa, itu urusan Allah kan.
Maka
dari itu, yuk berhenti menuntut hak yuk. Belajar ikhlas. Tapi tetep, yang
zhalim ya ditindak semestinya. Tapi terlepas dari itu, dengan cara memaafkan,
insallah bakal indah deh kita ngejalanin hidup.
No comments:
Post a Comment